Ini kali pertama aku menulis tentang konser Lady Gaga (LG) yang seminggu terakhir ramai dibicarakan orang. Sejak pertama kali kemunculannya, aku tidak terlalu mengikuti perkembangan lagu-lagunya. Tapi yang aku tahu dari beberapa situs berita seperti BBC dan Daily Mail, penyanyi yang satu ini terkenal nyentrik, baik di atas panggung maupun dalam tampilan sehari-harinya. Salah satu bentuk ke-nyentrik-annya adalah pakaian dari bahan dasar daging segar yang dikenakannya pada salah satu acara penganugerahan musik. Tidak terbatas pada pakaian, LG juga selalu tampil dengan aksi panggung yang mengundang decak kagum penonton. Pernah dia tampil memasuki panggung dengan aksi bersembunyi pada telur artifisial yang diusung oleh para penarinya. Pada akhirnya aku tahu, pemilik nama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta ini tak main-main dalam karier yang dibangunnya. Di Daily Mail pernah diberitakan LG mendirikan semacam youth center untuk anak muda di Amrik sana untuk berkarya lebih kongkrit dalam aktivitasnya terkait dukungannya terhadap kelompok minoritas LGBT. Sayang, aku tak lagi menemuka link berita tentang youth center ini, tapi seingatku, peresmian youth center itu juga dihadiri First Lady Michelle Obama dan Oprah Winfrey (CMIIW ya...).
Dalam beberapa waktu terakhir ini, LG mengadakan world tour concert dengan tema Born This Way, yang merupakan salah satu judul lagunya yang di-release di awal kemunculannya. Aku sudah beberapa kali mendengar lagu ini, tapi ga pernah ngeh dengan judulnya. Yang paling aku inget, tanpa harus melihat video clip-nya hanya Alejandro. Lalu kesininya ada Poker Face, Judas, dan lain-lain yang tidak aku hapal sama sekali. Aliran musik LG bukan pilihan utamaku, tapi aku suka mendengarkannya sesekali. Untukku pribadi, kedatangan LG ke Indonesia dalam hal ini Jakarta, jadi bahan obrolan saat makan siang dengan AA sekitar dua minggu yang lalu. Aku baru ngerti AA suka LG, mengikuti lagu-lagunya LG. Dan karena itu pula aku jadi (sedikit) ngikuti berita kontra kedatangan LG ke Jakarta.
Adalah FPI yang secara terang-terangan bersuara menolak kedatangan LG ke Jakarta. Tidak cukup menolak, bahkan mereka juga mengancam jalannya konser tersebut. Protes dari FPI ini disuarakan tidak lama setelah aksi brutal FPI terhadap rangkaian diskusi Irshad Mandji di beberapa kota. Entah sengaja entah tidak. Tapi aku cenderung yakin mereka sengaja. Dan seperti yang sudah kita baca di media massa, kepolisian cenderung takut atas ancamana FPI. Dan seperti yang sudah-sudah, bukannya Polri makin merapatkan barisan tetapi malah memerintahkan konser dibatalkan. Sama halnya dengan kejadian Towik, jurnalis dari Aliansi Sejuk yang di-BAP-kan buntut dari tindak kekerasan yang diterima Towik dari FPI saat meliput ibadah jemaat HKBP Filadelfia Bekasi. FPI berasalan mengapa sampai melakukan itu karena marah melihat Towik mengenakan baju yang bertuliskan "Melawan Tirani Mayoritas", dan kepolisian-pun menyalahkan Towik yang mengenakan baju bertuliskan kalimat tersebut. Sama halnya dengan konsernya LG, Polri lebih memilih melarang konser diadakan ketimbang mempererat barisan pengamanan konser. Logikanya mereka bener-bener kebalik banget.
Artikel The Jakarta Post hari ini tentang LG (Gaga Speaks Out About Jakarta Drama) adalah satu-satunya pemberitaan yang aku baca secara utuh selama pro-kontra ini berlangsung. Dan beneran aku ga habis pikir dengan FPI. Munarman, jubirnya FPI bilang, seharusnya umat kristen juga harus ikut menolak kedatangan LG karena LG sudah menyalahgunakan salib pada video clip Judas. Dan dia juga berkata, seharusnya masyarakat memuji (atau dalam hal ini mendukung) tindakan FPI menolak kedatangan LG ketimbang protes atas tindakan represif FPI terhdap kelompok minoritas. Hadeeeeeeeeeeeehhhhhhhhhhh...ni orang sadar ga siy, ga satupun dari dua tindakan yang dia sebutkan itu manusiawi. Sejak dari pikiran dia sudah diskriminatif, dan itu yang tercermin dari tindakannya. Aku pribadi, ga pernah merasa tersinggung dengan lagu Judasnya LG. Sama halnya waktu majalah Tempo di salah satu edisi penerbitannya tiga atau empat tahun yang lalu menampilkan karikatur lukisan The Last Supper. Aku inget, Pak Asmara (alm.) saat itu tanya, Wiwiek, apa pendapatmu dengan cover ini? Kamu tersinggung, ga? Aku jawab, aku biasa saja dengan cover itu, malah menurutku bagus, lucu, tapi mengandung makna kita harus selalu aware dengan jaringan cendana. Buatku, penggunaan lambang agama sebagai bagian dari seni tetap harus diapresiasi. Alasannya sederhana, karena aku belum tentu bisa berbuat se-inovatif atau se-kreatif mereka yang menggunakan simbol agama itu.
Hm...apa ya yang membuat orang-orang itu (FPI-red) menjadi seperti kuda terkurung dalam tempurung dan kacamatanya? Ah...ga perlu cari jawaban. Satu yang pasti, sejak dari dalam pikiran mereka sudah diskriminatif. Kalau kamu gimana?