Monday 24 January 2011

LeSsOn To LeArNeD

my own shoot @ Tanah Kusir


Yup...a new lesson to learned for me.

Menghadapi pribadi-pribadi baru, yang sama sekali berbeda dengan  yang selama ini aku hadapi, semenjak PMKRI sampai saat ini dalam keseharian tugas di kantor. Baru bisa menuangkan dalam tulisan atas pengalaman baru setelah beberapa saat mengalaminya. Stuck pada kondisi antara merenungkan pengalaman dan menyerah pada radang tenggorokan dan bronchitis yang mendera.

Keterlibatanku karena diajak RCBD, entah kenapa tiba-tiba di satu siang, dia menawariku untuk terlibat dalam pendampingan rekoleksi siswa kelas 5 SD. Dan somehow aku menerimanya, meskipun ada keraguan dalam diriku. Tapi satu hal yang membuatku yakin aku bisa melewatinya adalah salah satu keinginanku di tahun ini, menyisihkan waktu untuk Uncle Jess dan Bunda Maria, bagaimanapun caranya. Menurut  RCBD,  aku mampu. RCBD juga memberi tahu mengenai renumerasi yang akan aku terima. Jujur, renumerasi bukan yang utama buatku, tapi kesempatan, kesempatan untuk belajar, pengalaman baru yang akan aku alami, dan relasi dengan orang-orang baru yang aku hadapi yang mendorong aku untuk yakin pada keputusan untuk terlibat dalam kegiatan ini.

Akhirnya, aku menerima, dan mulai menyusun beberapa tugas kantor yang sekiranya harus aku selesaikan lebih dulu, menabung tugas meskipun pada akhirnya tidak bisa selesai semua karena ada perbaikan disana-sini. Sembari menunggu tema kegiatan, aku browsing-browsing bahan, malah aku kirim email kepada Om Windy dan SB meminta masukan, kira-kira tema dan penggalan kitab suci apa yang tepat yang dapat disampaikan pada kegiatan itu. Meskipun pada akhirnya masukan dari mereka tidak aku dapatkan sampai hari H itu tiba, karena kemudian RCBD mengirimiku bahan-bahan rekoleksi dan aku menambahnya dengan hasil browsing-anku. 

Singkat cerita, kami bertiga melalui kegiatan itu dengan penyesuaian disana-sini. Ada pelajaran untukku pribadi dari kegiatan ini, yang justru terjadi di penghujung kegiatan. Kejadian kecil yang nampaknya sepele tapi berarti banyak. Aku melewatkan moment makan bersama di siang itu karena aku bercakap-cakap dengan teman dalam kepanitiaan training tahunan. Aku punya alasan, karena aku punya keperluan lain untuk membicarakan tugasku di kepanitaan lain yang juga sedang berlangsung. Dan aku sudah menyampaikan kebutuhanku untuk itu pada AA di pagi hari, lagipula ada kesepakatan untuk tidak bertelpon ria di saat jam makan. Jadilah aku melakukan sambungan telpon, tapi ternyata tempatnya salah, karena masih bisa dilihat oleh anak-anak. Dan itulah yang kemudian disesalkan oleh RCBD. 

Awalnya aku ga ngeh bahwa itu sangat berpengaruh ke anak-anak, karena aku pikir alasanku kuat untuk melakukan komunikasi via telpon itu. Tapi ternyata .... Selepas makan siang, menjelang pulang, aku sempat jengkel dengan RCBD yang tidak bisa kutemui di sudut-sudut TKP termasuk ruangan yang sudah kami janjikan untuk bertemu, selaini itu karena tidak dijawabnya panggilan telpon yang kulakukan berkali-kali ke nomernya. Hingga akhirnya aku melampiaskan jengkelku dengan berteriak saat RCBD menjawab telponku. Aku berteriak marah dan langsung memutus sambungan telpon, untuk kemudian menangis di pojok taman depan resepsionis. Sejenak aku duduk menuntaskan tangisku, bukan tangis cengeng, tapi lebih karena rasa jengkel yang teramat sangat. Puas menangis, aku beranjak menuju aula dengan harapan bertemu RCBD dan AA disana, tapi ternyata ruangan itu kosong, bahkan tumpukan tas kamipun lenyap. Sontak aku meng-sms RCBD, komplain kenapa aku tak sekalian diculik saja karena aku tak menemukan tas dan keberadaan mereka berdua. Turun ke bawah, aku malah menemukan mereka berdua duduk di tangga depan deretan kamar. Ngobrol sebentar, trus lanjutin untuk turun ke jalan raya. Begitu sampai jalan raya, malah macet, akhirnya dimanfaatkan untuk berhenti sebentar bicara tentang evaluasi kegiatan barusan. 

Ga sampai 1 jam, kami bertiga sudah di angkot menuju lokasi kediaman kami. Cerita dan canda kami tukar sepanjang perjalanan yang tidak terlalu mengasyikkan, karena macet dan hujan. Dalam hati aku sibuk bertanya, juga berpikir sendiri, sefatal apa kesalahanku. Aku sadar aku salah, dari sms-sms yang dibalas RCBD dan dari sikapnya, aku tahu aku salah. Tapi aku ingin dia sampaikan bahwa dia tidak terima dengan sikapku, dan aku ingin dia sampaikan bentuk kesalahanku. Lama aku tahan pertanyaan itu, sampai akhirnya aku lontarkan di stasiun, saat kami menunggu kereta yang membawa kami kembali. RCBD akhirnya bicara banyak mengenai kesalahanku, yang fatal menurutnya, karena untuk anak-anak, figur itu sangat penting terutama sikapnya bukan semata kata-katanya. Dan sederet kesalahan lain yang aku lakukan selama proses yang menurut RCBD tidak pada tempatnya. Aku diam, bukan apa-apa, hanya ingin mendengarkan, tidak ingin menyanggah apapun yang dia sampaikan. Jujur, aku tercekat, tidak  merespon. Aku  membela diri atas alasan yang aku miliki terutama yang berhubungan dengan percakapan di telpon. Hm...ini kali pertama aku dan RCBD bersitegang serius dalam relasi pertemanan kami, dan aku pikir itu wajar, karena masing-masing belum tahu banyak karakternya. Responku hanya itu, dan kami tetap bisa bercakap seperti sebelum ada slag diantara kami, sepanjang perjalanan menuju stasiun perhentiannya. Dua stasiun sebelum RCBD turun aku sampaikan permintaan maafku pada RCBD, dan juga ucapan terima kasihku untuk kepercayaannya melibatkanku pada kegiatan ini. 

Sisa perjalanan aku habiskan dengan memikirkan kembali kata-kata RCBD, mengenai figur, mengenai keseriusan, mengenai tanggung jawab, dan proyeksi masa depan. Ternyata, lebih banyak yang dipikirkan ketimbang panjangnya perjalanan.

What a really lesson to learned.

Thank you so much, RCBD.

No comments:

Post a Comment