Saturday 28 November 2009

ReLiEvEd


Barusan saja mengantar dia untuk yang terakhir kalinya. Menemani dia menanti bis yang akan membawanya menuju Tangerang, ke rumah B***, salah seorang sahabatnya. Tidak ada kata yang terucap diantara kami, karena pada saat bis-nya datang, dia sedang menerima telpon dari teman bisnisnya di Palembang. Kami hanya bersalaman dan memandang satu sama lain. Aku lantas perlahan berjalan ke arah Kebon Sirih, menunggu Kopaja 502 yang akan mengantarku ke arah Matraman.

Tidak sampai 5 menit naik Kopaja, aku menerima sms darinya, isinya " Trimz ya Wie atas sambutannya selama djkrt. sorry td tlp dr tmenku diplmbng ada mslh dgn proyekku,mknya harus cepat balik. smoga sukses y, maaf klo ada salah2 kat :) gbu " Aku tersenyum membacanya. Dan langsung aku balas seperti ini " Sama2 Bang, aq yakin kamu jg akan memperlakukan hal yg sama klo aq ke Plg. Owya, doaku untuk kamu dan A***. Terima kasih karena sudah mengijinkan aku untuk pernah mencintaimu. Sekarang hatiku sangat ringan. Gbu." Kemudian dia kembali membalas ":) ok lah klo bgitu.. :) :)" Aku tertawa membacanya karena sambil membayangkan mimik mukanya yang jahil setiap kali mengucapkan kalimat itu. Sepertinya dia sedang senang menggunakan kalimat itu, kayak anak kecil dapet mainan baru dan gemes dengan mainannya itu.

Hari ini memang kami berjanji untuk bertemu. Sebuah pertemuan yang benar-benar tidak direncanakan. Padahal, sebelumnya, kami selalu membuat rencana atas pertemuan yang pada akhirnya tidak pernah kami lakukan. Aku mengajak dia bertemu di Sarinah, karena dia tahu lokasi itu dan bisnya juga kebetulan lewat sana. Ini pertemuan kami yang ketiga, setelah tahun 2001 (Palembang) dan 2003 (Padang). Bisa dibayangkan sudah berapa lama kami tidak bertemu? Hm...ga ada yang berubah dari dirinya sejak pertemuan kami terakhir. Senyumnya masih khas, begitu juga dengan gesturenya dan satu lagi yang membuatku heran, aku masih mengenali bau parfum yang dia gunakan.

Kami memutuskan untuk langsung makan karena juga sudah tengah hari. Selama makan, kami mulai bercerita, tepatnya dia, terutama seputar aktivitasnya di Bandung kemarin dan pengalamannya tersesat mencari rumah Tulangnya di Depok. Selesai makan, kami langsung menuju Bakoel koffie, tempat yang sudah aku janjikan padanya untuk ngobrol menuntaskan cerita kami. Sampai di sana, langsung menuju ruang belakang, rada kaget karena malah ketemu Aa, rekan kantor. Aku lantas mengenalkan mereka satu sama lain. Aku sempat merasa sedikit malu, karena pada dasarnya aku tidak ingin ada temanku yang melihat kami. Bukan ingin menyembunyikan tapi lebih kepada ingin menikmati momen itu dalam suasana yang privat. Tapi ga mungkin juga karena kami ada di ruang publik...jadi...buat Aa...please...just keep it ya...

Setelah tidak mendapatkan kursi yang pas di lantai atas, kami memutuskan kembali ke lantai dasar karena masih ada kursi yang bisa kami gunakan. Awalnya aku tidak memilih kursi itu karena berdekatan dengan Aa (sorry mas ;-) ) tapi karena ga ada pilihan lain, akhirnya kami putuskan untuk duduk di situ. Saat menunggu pesanan datang, Aa menghampiri kami, pamitan karena ternyata teman-teman Aa sudah menunggu dirinya di tempat yang lain. Kami menyambung pembicaraan yang sempat terhenti tadi sembari dia pindah duduk di sebelah kananku, supaya dia masih bisa merokok tanpa harus aku kipasi agar aku terhindar dari asapnya.

Dia yang banyak bercerita, aku banyak mendengar dan bertanya. Cerita seputar kehidupan pribadi masing-masing, pekerjaan, dan pergaulan kami. Ada hal yang membuatku senang dengan ceritanya, karena dia memutuskan untuk menyelesaikan skripsinya yang sudah tertunda sekian tahun yang lalu. Dia akan konversi ke salah satu universitas swasta di Palembang dan akan menyelesaikan skripsinya. Hm...jadi ingat betapa sensitifnya dia dulu setiap kali aku mencoba menyemangati dia untuk menyelesaikan skripsi. Maju terus ya Bang, aku yakin kamu sanggup menyelesaikannya.

Topik demi topik bergulir diantara kami. Ada hal yang sangat ingin aku sampaikan, terutama mengenai relasi kami berdua, tapi somehow aku mengurungkan niat untuk membahasnya. Aku tidak ingin merusak momen ini. Dan ini berlanjut sampai kami menyelesaikan percakapan di Bakoel. Lantas aku mengantarnya menuju jalan Thamrin, naik 502 dari Cikini. Kami turun di ujung jalan Sabang, dan aku mengajak dia berjalan menyusuri jalan Kebon Sirih. Ada keinginan terselip dalam hati untuk menggandeng tangannya, tapi kembali aku urungkan. Aku sendiri malah mentertawai keinginanku. Sesampainya kami di depan Bank Mandiri (jalan Thamrin), aku bertanya pada penjual buku, apa benar bis 62 jurusan Senen-Tangerang lewat di situ. Penjual buku itu mengiyakan dan aku merasa lega karena sebelumnya aku ga yakin mengantar dia ke tempat yang benar huehehehe....

Saat mulai menunggu bis, dia meminta aku untuk pulang, entah dengan alasan apa, tapi aku menolaknya. Aku hanya menggeleng dan dia tersenyum jahil sambil berkata "OK lah kalau begitu" Tidak ada pembicaraan yang kami lakukan, hanya lontaran candaan, dan akhirnya dia ditelpon oleh temannya di Palembang. Dan selanjutnya, seperti yang aku ceritakan di paragraf paling atas.

Aku jujur dengan perasaanku. Dan itu membuatku sangat bahagia. Setelah semua proses aku alami, akhirnya sekarang aku bisa dengan besar hati dan tulus mendoakannya. Doaku yang terbaik untuk dia dan pasangannya.

Terima kasih.


*Untuk J*** dan A***, selamat memasuki babak baru dalam relasi kalian berdua. Maaf, aku tidak bisa menemani kalian berdua mengucapkan janji perkawinan. Tuhan memberkati.


Thursday 26 November 2009

eMoSi



Beberapa hari terakhir, aku ngerasa tidak tenang sendiri. Ada rasa marah di diriku, terhadap satu orang yang dalam beberapa waktu terakhir terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Somehow aku sangat marah, marah kepada sikap manusia itu yang memaksakan keinginannya. Meskipun pemaksaan itu tidak ditujukan langsung kepadaku tapi tetap saja aku menilainya itu tidak fair. Karena sedari awal tanpa sengaja aku bisa membaca manusia itu membawa agenda pribadi dalam aktivitas ini. Dan ternyata hasil bacaanku tepat pada sasaran, setelah dapat info sana-sini (bukan gossip, tapi fakta) akhirnya aku tau bagaimana pribadi manusia itu. Urgh...marah rasanya, dia pikir hanya karena intelektualitas yang dia miliki, dia berhak melakukan itu?

Aku berusaha untuk tidak merasa paling benar dan paling tahu atas apa yang menjadi tugasku, setidaknya aku selalu bertanya pada orang yang kuanggap punya kapasitas yang lebih baik dariku, tapi dia? Argh...sesenaknya memposisikan diri sebagai koordinator divisi, udah gitu ga merasa salah pula...sok hebat hanya karena dalam usia muda sudah mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, tapi apa? Sibuk wacana mulu, capek, berwacana hanya dilakukan supaya terhindar dari tanggung jawab...fiuh...bilang aja ga mau tanggung jawab.

Sudahlah, mesti lebih bersikap dewasa lagi dalam menghadapi ini, abaikan saja manusia itu. Tapi ga mungkin juga karena beberapa hal beririsan juga dengan manusia itu.

Aku harap ada perbaikan dari kondisi ini, semua bisa melakukan perbaikan supaya bisa menjadi lebih baik lagi. Aku juga ingin memperbaiki diriku.


Sumber gambar dari : http://sabdaspace.org/emosi


Thursday 5 November 2009

lAgI?






Kata itu muncul dikepalaku, saat pagi tadi, menjelang berangkat ke kantor aku melihat Teh Rum, pembantu ibu kost-ku mengeluarkan tas dari kamarnya. Ya, lagi, ibu kost-ku harus merelakan pembantunya pulang lebih cepat dari yang ia inginkan. Selasa malam kemarin, saat aku nyetrika cucianku, Desi dan teh Rum ngobrol denganku. Desi ini babby sitter cucu ibu kost yang juga akan keluar pertengahan bulan ini. Mereka ngobrol mengenai perubahan sikap majikannya yang akhir-akhir ini membuat mereka makin tidak betah ada di rumah itu. Berbagai sikap sang majikan yang sebelumnya pernah aku dengar dari mba-mba atau teteh-teteh yang sebelumnya juga bekerja di rumah itu.

Fiuh...aku ga bisa apa-apa kali ini karena memang beberapa kali aku mendengar omongan ibu kost yang menurutku tidak pantas dikatakan bahkan untuk mereka yang digaji membantunya. Aku jadi gemes sendiri, dan seperti yang sudah-sudah, aku dengan tenangnya menyarankan pada mereka untuk keluar saja jika memang itu sudah pertimbangan mereka dan menurut yang sudah-sudah, mereka justru mendapat yang lebih baik saat tidak bekerja dengan ibu kostku ini.

Manusia-manusia...saat kamu punya uang kamu merasa bisa menguasai apapun termasuk hidup manusia lain...itu gambaranku mengenai ibu kostku.. Huehehehe...kejam siy, ga sopan juga tapi aku masih aja betah nge-kost di situ.... ;-)

Ibu kost...ibu kost...aku doakan dirimu cepat sadar bahwa manusia lain yang dirimu gaji sama bermartabatnya dengan dirimu...
Untuk teh Rum, terima kasih untuk perkenalan kita yang singkat, maaf ya kalau aku membuat pekerjaanmu bertambah dan semoga dirimu mendapat yang terbaik di luar sana.


*sumber gambar : www.rentocleanltd.co.uk.aboutus.html