Friday 11 December 2009

aRgH

Kenapa mesti juteknya sama aku aja?
Yang lain juga tanya, yang lain juga ajak omong
Tapi kenapa juteknya ke aku aja?

He..segitu mengganggunya-kah?
Lalu, apa yang lain juga ga mengganggu?????

OK...aku akan ambil jarak
dan jangan minta aku mendekat
Aku ga bisa terima

For this time
you're so sucks....

Sorry to say that


Sunday 6 December 2009

mY bIrThDaY


Today is my 27th birthday. Still amazed with all the blessed that God give me already. Parents, sisters, friends, best friends, job, and any little thing that i can't spell it one by one. But, i always thanked God for what He've done and gave for me.

Many things happened in the last year and it makes me learn how to build my own life. Both failed and succes experience had helped me to know what is the best and the worst things in this life.

And only big thanks for everyone who always have an attention for me with their own way...
I love them all.

Thank you very much Jessus...I LOVE U

Saturday 28 November 2009

ReLiEvEd


Barusan saja mengantar dia untuk yang terakhir kalinya. Menemani dia menanti bis yang akan membawanya menuju Tangerang, ke rumah B***, salah seorang sahabatnya. Tidak ada kata yang terucap diantara kami, karena pada saat bis-nya datang, dia sedang menerima telpon dari teman bisnisnya di Palembang. Kami hanya bersalaman dan memandang satu sama lain. Aku lantas perlahan berjalan ke arah Kebon Sirih, menunggu Kopaja 502 yang akan mengantarku ke arah Matraman.

Tidak sampai 5 menit naik Kopaja, aku menerima sms darinya, isinya " Trimz ya Wie atas sambutannya selama djkrt. sorry td tlp dr tmenku diplmbng ada mslh dgn proyekku,mknya harus cepat balik. smoga sukses y, maaf klo ada salah2 kat :) gbu " Aku tersenyum membacanya. Dan langsung aku balas seperti ini " Sama2 Bang, aq yakin kamu jg akan memperlakukan hal yg sama klo aq ke Plg. Owya, doaku untuk kamu dan A***. Terima kasih karena sudah mengijinkan aku untuk pernah mencintaimu. Sekarang hatiku sangat ringan. Gbu." Kemudian dia kembali membalas ":) ok lah klo bgitu.. :) :)" Aku tertawa membacanya karena sambil membayangkan mimik mukanya yang jahil setiap kali mengucapkan kalimat itu. Sepertinya dia sedang senang menggunakan kalimat itu, kayak anak kecil dapet mainan baru dan gemes dengan mainannya itu.

Hari ini memang kami berjanji untuk bertemu. Sebuah pertemuan yang benar-benar tidak direncanakan. Padahal, sebelumnya, kami selalu membuat rencana atas pertemuan yang pada akhirnya tidak pernah kami lakukan. Aku mengajak dia bertemu di Sarinah, karena dia tahu lokasi itu dan bisnya juga kebetulan lewat sana. Ini pertemuan kami yang ketiga, setelah tahun 2001 (Palembang) dan 2003 (Padang). Bisa dibayangkan sudah berapa lama kami tidak bertemu? Hm...ga ada yang berubah dari dirinya sejak pertemuan kami terakhir. Senyumnya masih khas, begitu juga dengan gesturenya dan satu lagi yang membuatku heran, aku masih mengenali bau parfum yang dia gunakan.

Kami memutuskan untuk langsung makan karena juga sudah tengah hari. Selama makan, kami mulai bercerita, tepatnya dia, terutama seputar aktivitasnya di Bandung kemarin dan pengalamannya tersesat mencari rumah Tulangnya di Depok. Selesai makan, kami langsung menuju Bakoel koffie, tempat yang sudah aku janjikan padanya untuk ngobrol menuntaskan cerita kami. Sampai di sana, langsung menuju ruang belakang, rada kaget karena malah ketemu Aa, rekan kantor. Aku lantas mengenalkan mereka satu sama lain. Aku sempat merasa sedikit malu, karena pada dasarnya aku tidak ingin ada temanku yang melihat kami. Bukan ingin menyembunyikan tapi lebih kepada ingin menikmati momen itu dalam suasana yang privat. Tapi ga mungkin juga karena kami ada di ruang publik...jadi...buat Aa...please...just keep it ya...

Setelah tidak mendapatkan kursi yang pas di lantai atas, kami memutuskan kembali ke lantai dasar karena masih ada kursi yang bisa kami gunakan. Awalnya aku tidak memilih kursi itu karena berdekatan dengan Aa (sorry mas ;-) ) tapi karena ga ada pilihan lain, akhirnya kami putuskan untuk duduk di situ. Saat menunggu pesanan datang, Aa menghampiri kami, pamitan karena ternyata teman-teman Aa sudah menunggu dirinya di tempat yang lain. Kami menyambung pembicaraan yang sempat terhenti tadi sembari dia pindah duduk di sebelah kananku, supaya dia masih bisa merokok tanpa harus aku kipasi agar aku terhindar dari asapnya.

Dia yang banyak bercerita, aku banyak mendengar dan bertanya. Cerita seputar kehidupan pribadi masing-masing, pekerjaan, dan pergaulan kami. Ada hal yang membuatku senang dengan ceritanya, karena dia memutuskan untuk menyelesaikan skripsinya yang sudah tertunda sekian tahun yang lalu. Dia akan konversi ke salah satu universitas swasta di Palembang dan akan menyelesaikan skripsinya. Hm...jadi ingat betapa sensitifnya dia dulu setiap kali aku mencoba menyemangati dia untuk menyelesaikan skripsi. Maju terus ya Bang, aku yakin kamu sanggup menyelesaikannya.

Topik demi topik bergulir diantara kami. Ada hal yang sangat ingin aku sampaikan, terutama mengenai relasi kami berdua, tapi somehow aku mengurungkan niat untuk membahasnya. Aku tidak ingin merusak momen ini. Dan ini berlanjut sampai kami menyelesaikan percakapan di Bakoel. Lantas aku mengantarnya menuju jalan Thamrin, naik 502 dari Cikini. Kami turun di ujung jalan Sabang, dan aku mengajak dia berjalan menyusuri jalan Kebon Sirih. Ada keinginan terselip dalam hati untuk menggandeng tangannya, tapi kembali aku urungkan. Aku sendiri malah mentertawai keinginanku. Sesampainya kami di depan Bank Mandiri (jalan Thamrin), aku bertanya pada penjual buku, apa benar bis 62 jurusan Senen-Tangerang lewat di situ. Penjual buku itu mengiyakan dan aku merasa lega karena sebelumnya aku ga yakin mengantar dia ke tempat yang benar huehehehe....

Saat mulai menunggu bis, dia meminta aku untuk pulang, entah dengan alasan apa, tapi aku menolaknya. Aku hanya menggeleng dan dia tersenyum jahil sambil berkata "OK lah kalau begitu" Tidak ada pembicaraan yang kami lakukan, hanya lontaran candaan, dan akhirnya dia ditelpon oleh temannya di Palembang. Dan selanjutnya, seperti yang aku ceritakan di paragraf paling atas.

Aku jujur dengan perasaanku. Dan itu membuatku sangat bahagia. Setelah semua proses aku alami, akhirnya sekarang aku bisa dengan besar hati dan tulus mendoakannya. Doaku yang terbaik untuk dia dan pasangannya.

Terima kasih.


*Untuk J*** dan A***, selamat memasuki babak baru dalam relasi kalian berdua. Maaf, aku tidak bisa menemani kalian berdua mengucapkan janji perkawinan. Tuhan memberkati.


Thursday 26 November 2009

eMoSi



Beberapa hari terakhir, aku ngerasa tidak tenang sendiri. Ada rasa marah di diriku, terhadap satu orang yang dalam beberapa waktu terakhir terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Somehow aku sangat marah, marah kepada sikap manusia itu yang memaksakan keinginannya. Meskipun pemaksaan itu tidak ditujukan langsung kepadaku tapi tetap saja aku menilainya itu tidak fair. Karena sedari awal tanpa sengaja aku bisa membaca manusia itu membawa agenda pribadi dalam aktivitas ini. Dan ternyata hasil bacaanku tepat pada sasaran, setelah dapat info sana-sini (bukan gossip, tapi fakta) akhirnya aku tau bagaimana pribadi manusia itu. Urgh...marah rasanya, dia pikir hanya karena intelektualitas yang dia miliki, dia berhak melakukan itu?

Aku berusaha untuk tidak merasa paling benar dan paling tahu atas apa yang menjadi tugasku, setidaknya aku selalu bertanya pada orang yang kuanggap punya kapasitas yang lebih baik dariku, tapi dia? Argh...sesenaknya memposisikan diri sebagai koordinator divisi, udah gitu ga merasa salah pula...sok hebat hanya karena dalam usia muda sudah mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, tapi apa? Sibuk wacana mulu, capek, berwacana hanya dilakukan supaya terhindar dari tanggung jawab...fiuh...bilang aja ga mau tanggung jawab.

Sudahlah, mesti lebih bersikap dewasa lagi dalam menghadapi ini, abaikan saja manusia itu. Tapi ga mungkin juga karena beberapa hal beririsan juga dengan manusia itu.

Aku harap ada perbaikan dari kondisi ini, semua bisa melakukan perbaikan supaya bisa menjadi lebih baik lagi. Aku juga ingin memperbaiki diriku.


Sumber gambar dari : http://sabdaspace.org/emosi


Thursday 5 November 2009

lAgI?






Kata itu muncul dikepalaku, saat pagi tadi, menjelang berangkat ke kantor aku melihat Teh Rum, pembantu ibu kost-ku mengeluarkan tas dari kamarnya. Ya, lagi, ibu kost-ku harus merelakan pembantunya pulang lebih cepat dari yang ia inginkan. Selasa malam kemarin, saat aku nyetrika cucianku, Desi dan teh Rum ngobrol denganku. Desi ini babby sitter cucu ibu kost yang juga akan keluar pertengahan bulan ini. Mereka ngobrol mengenai perubahan sikap majikannya yang akhir-akhir ini membuat mereka makin tidak betah ada di rumah itu. Berbagai sikap sang majikan yang sebelumnya pernah aku dengar dari mba-mba atau teteh-teteh yang sebelumnya juga bekerja di rumah itu.

Fiuh...aku ga bisa apa-apa kali ini karena memang beberapa kali aku mendengar omongan ibu kost yang menurutku tidak pantas dikatakan bahkan untuk mereka yang digaji membantunya. Aku jadi gemes sendiri, dan seperti yang sudah-sudah, aku dengan tenangnya menyarankan pada mereka untuk keluar saja jika memang itu sudah pertimbangan mereka dan menurut yang sudah-sudah, mereka justru mendapat yang lebih baik saat tidak bekerja dengan ibu kostku ini.

Manusia-manusia...saat kamu punya uang kamu merasa bisa menguasai apapun termasuk hidup manusia lain...itu gambaranku mengenai ibu kostku.. Huehehehe...kejam siy, ga sopan juga tapi aku masih aja betah nge-kost di situ.... ;-)

Ibu kost...ibu kost...aku doakan dirimu cepat sadar bahwa manusia lain yang dirimu gaji sama bermartabatnya dengan dirimu...
Untuk teh Rum, terima kasih untuk perkenalan kita yang singkat, maaf ya kalau aku membuat pekerjaanmu bertambah dan semoga dirimu mendapat yang terbaik di luar sana.


*sumber gambar : www.rentocleanltd.co.uk.aboutus.html

Thursday 22 October 2009

kAlAh?


Kalah?
Pertanyaan itu muncul sesaat aku memutuskan sambungan telepon ke sebuah nomer yang dalam 3 bulan terakhir ini tidak pernah aku dial lagi. Sebelum ini, dia juga pernah menelponku, bertanya mengenai kondisi mama papa, beberapa jam setelah Padang dilanda gempa yang lalu. Saat itu, aku terus terang kaget, bahkan dalam kepanikanku, aku sanggup untuk tidak mengkontak dia, padahal biasanya, ketergantungan itu sangat tinggi. Tapi hari itu, tidak, karena aku dapat kekuatan yang lebih dari mba Anna, Putri, dan tante-tanteku serta rekan-rekan di kantor. Sempat melambung sesaat, tapi langsung mendarat. Logikaku mulai terasah.

Lalu tadi, setelah makan siang, aku dengar sms berbunyi dari nomer s******ku, 1 kali, 2 kali, kubiarkan bergitu saja karena sedang ngobrol dengan teman. Lalu setelah bunyi yang ke 3, aku membukanya dan...terpampang namanya di inboxku. Aku buka dan baca sms-nya, simple, menginformasikan sesuatu, dan bertanya apa kabarku. Masih dengan perasaan datar aku balas smsnya, menyampaikan bahwa aku berada dalam keadaan baik, dan entah apa yang merasukiku, aku memberitahukannya sedikit info mengenai aktivitasku, yang akan berada di kota yang dalam 2 tahun terakhir menjadi tempatnya berdomisili sebelum akhirnya dia pulang ke kota tempat dia dibesarkan. Parahnya, smsku juga bernada ajakan untuk bertemu... Sesaat kemudian, masuk sms balasan darinya, dia bercerita sekarang sudah kerja sambilan dan bertanya mengenai tugas luar kota yang akan aku jalani, dan menambahkan bahwa dia juga akan mengunjungi kota tersebut menjelang akhir tahun.

Tanpa ba-bi-bu, aku dial nomernya, tersambung dan langsung ngobrol seperti biasanya. Dari dia, aku merasakan tidak ada yang berubah, dari aku, sempat terbata-bata memulai percakapan yang akhirnya kusadari itu sebuah percakapan yang garing. Aku kemudian memutuskan keluar ruangan menuju teras kantor, supaya bisa lebih leluasa untuk ngobrol dengannya. Segera saja kekakuan dari ku mencair, saat dengar dia tertawa atas pengakuanku yang nervous dengan komunikasi ini.

Cerita mengalir begitu saja, bergantian dari kami berdua, seperti yang biasa kami lakukan puluhan atau ratusan kali dalam sambungan-sambungan telpon sampai 3 bulan yang lalu. Dia sempat katakan merasa kehilangan karena lama tak mendapat sambungan telpon dariku, ugh...ingin rasanya hilang ditelan bumi saat mendengar kalimatnya. Kabar masing-masing kami up date, lengkap dengan candaan, komplain, ambegan, dan rajukan masing-masing. Dan kembali, topik sensitif itu menyeruak di antara kami, sempat membuat dia terdengar gusar dalam nada bicaranya, dan seperti biasa, akulah yang menjadi pemadam. Percakapan berlanjut untuk beberapa waktu dan kemudian diakhiri dengan janji-janji kecil yang selama ini kami (aku) impikan untuk diwujudkan. Yang entah kapan akan kesampaian. Yang entah benar atau salah. Yang entah...entah itu logic atau tidak. Di akhir pembicaraan, kami berterima kasih satu sama lain atas percakapan ini. Dan tanpa kusadari, sebuah senyum penuh arti tersungging di wajahku.

Hm...aku tidak tahu secara tepat apa yang kurasakan, tapi aku bersyukur bahwa rencana dia dalam merajut masa depan tertata dengan baik. Somehow, aku ikut senang dengan rencana tersebut. Aku tulus mendoakan yang terbaik untuk dia dan untuk aku.

Setelah itu, aku tiba-tiba teringat dengan janjiku, janji pada diriku dan teringat pada komunikasi yang barusan aku lakukan. Kalah..kalah..kalah.. Tergagap aku dengan pikiran ini, benarkah aku kalah?!?!


*untuk dia yang aku ceritakan dalam tulisan ini, i wish u all the best, please dont get mad about this note.

Monday 17 August 2009

rEfLeCtIoN oF tHe DaY



Bagaimanapun Indonesia saat ini dan saat nanti, akan selalu menjadi tempat yang nyaman untukku bahkan hingga aku menutup mata. Aku Cinta Indonesia.


Wednesday 24 June 2009

aKu AdA



bayangan itu muncul begitu saja di hadapanku
bergerak tanpa suara seakan tak ada

satu persatu memoriku muncul kembali
memaksa aku berpikir akan sesuatu yang bukan prioritasku

haruskah?
wajarkah?

belum giliranku untuk menjawab
waktu yang akan menemaniku lewati semua

pada saatnya tiba
aku akan menegakkan kepala
sembari tersenyum dan berkata
"Aku Ada"

Saturday 13 June 2009

wIn ThIs BaTtLe


yes...
finally i'm the winner of this battle
the battle that i thought will never end
the hardest battle ever seen

i should keep it
become my deepest secret in my life...

you...yes you...
don't you ever think that i am a looser

you should asshame for your self

this is it...
i'm over it

let me live with my life



Friday 8 May 2009

sErIbU sUnGaI (2)



Seribu sungai jilid 2...judul tulisan yang ini sekalian menyambung tulisan jilid 1-nya. Dengan kedatanganku ke kota ini lengkap sudah 4 provinsi di Kalimantan aku kunjungi... Kalteng (2005) dan Kaltim (2005-2006) sehubungan urusan pribadi sementara Kalsel (2008) dan Kalbar karena tugas kantor. Tugas kali ini kebetulan lokasinya di Pontianak.




Seperti biasa setiap tugas kantor aku selalu memilih tempat duduk di bagian window karena aku ingin menikmati perjalanan dengan melihat pemandangan di luar sana. Meskipun pemandangan dari atas pesawat tetap saja didominasi oleh awan dan kawan-kawan. Kalau biasanya menjelang landing pemandangan yang terhampar adalah hutan yang "seadanya" dan hutan beton kalau perjalanan kali ini aku benar-benar disuguhi pemandangan hutan yang benar-benar hutan dan yang paling menakjubkan buatku adalah hamparan sungai yang seakan ga ada habisnya. Sungai...ya sungai, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kamera yang dari awal perjalanan sudah aku keluarkan dari tas langsung aku nyalakan demi mendapatkan gambar-gambar sungai yang menakjubkan untukku. Ini ada beberapa gambar yang aku ambil menjelang pesawatku landing. . Memang siy masih standar, namanya juga masih belajar, lagipula propertinya milik kantor huhehehehe...tapi lumayan bisa mengabadikan pemandangan yang menakjubkan.




Seturunnya aku dari pesawat, kesan pertama yang aku punya tentang Pontianak adalah kota yang panas, ga heran lha wong Pontianak (Kalbar) dilewati garis khatulistiwa. Di pesawat aku sempat merasakan hawa panas yang lumayang menyengat, baik cahaya maupun suhunya. Keluar dari bandara, sembari ngobrol dengan mas Sentot yang jadi teman bertugas kali ini, aku melihat kota Pontianak yang lumayan ramai. Pertanyaan pertama yang aku lontarkan adalah, di sini ga ada angkutan kota ya? Jawaban mas Sentot, pelayanan angkot di sini termasuk buruk, dalam artian fisik angkotnya dan juga rute2nya. Belakangan, diceritakan Mba Anne, sejak kredit motor gampang dan murah, angkot semakin terpinggirkan karena masyarakat banyak memilih menggunakan motor sebagai angkutan pribadi yang paling diandalkan.






Kalbar, secara mayoritas (lebih 90%) dihuni oleh penduduk yang berasal dari suku bangsa Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Sisanya campuran dari beberapa suku bangsa, diantaranya Bugis, Jawa, Madura, Sunda, Batak,dll. (Wikipedia)







Berikut pembagian suku bangsa yang ada di Kalbar: (Wikipedia)
  1. Suku Dayak, terdiri atas 4 rumpun besar yaituRumpun Iban, Rumpun Darat, Rumpun Ot Danum dan Rumpun Apo. Ke-4 rumpun ini terdiri atas 74 suku. (BUka link Wikipedia untuk lebih lengkapnya)
  2. Melayu lokal/Senganan dengan sekitar 9 lebih suku bangsa di dalamnya termasuk Melayu, Sambas, Banjar, Pesaguan, Bugis, Jawa, Madura, Minang, Batak, dll. Belakang aku tahu dari Bang Ipur, di Kalbar kecenderungannya jika seseorang beragaman Islam maka apapun sukunya ia akan dikategorisasikan sebagai orang Melayu.
  3. Tionghoa, terdiri atas Hakka dan Tiochiu.





S
ekitar tahun 90-an akhir, ada peristiwa besar yang membuat daerah ini menjadi pusat perhatian. Apalagi kalau bukan konflik antar suku yang terjadi di sini. Menurut cerita teman-teman eLPaGaR, peristiwa itu bukan yang pertama tapi sudah yang kesekian kali hanya saja sebelumnya tidak terekspos oleh media. Untukku pribadi, peristiwa itu sempat menarik perhatian, meskipun tidak mengikuti hingga detailnya, setiap ada berita di surat kabar mengenai kerusuhan in aku upayakan untuk membacanya. Dalam pikiranku saat itu, serem banget kalau itu terjadi di Padang, secara Sumbar juga rawan konflik terutama yang berhubungan dengan
issue agama.







Penyebabnya kurang lebih sama, segregasi (unsur ekonomi dll) antar suku yang ada, melibatkan 4 kelompok etnis yang termasuk besar di sana yaitu Dayak, Melayu, Tionghoa, dan Madura. Yang paling sering adalah Melayu dengan Madura dan Dayak dengan Madura. Untuk penyelesaiannya, karena kebetulan eLPaGaR fokus gerakannya adalah resolusi konflik dan anti pemiskinan, aku dapat cerita dari teman-teman, kalau antara Dayak-Madura, sepanjang hukum adat Dayak sudah dipenuhi oleh kelompok Madura, mereka sudah bisa berbaikan kembali dan kelompok Dayak bisa menerima kelmbali kedatangan kelompok Maduara di tempat mereka. Yang rada rumit bila kelompok Melayu dan Madura yang konflik, bisa dibilang tidak ada penyelesaian, karena kelompok Melayu tidak punya perangkat hukum adat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi ditambah dengan sikap kelompok Melayu yang terang-terangan menolak kehadiran kelompok Madura di tempat mereka tinggal, yang mayoritas berada di daerah Sambas, atau pesisir.





Hm...aku ga kebayang tinggal di sana, ga tau sanggup apa engga...
Berharapnya konflik itu ga terjadi lagi terutama sejak hadirnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang punya fokus gerakan resolusi konflik, diantaranya eLPaGaR dan Gemawan. Paling tidak ada yang memfasilitasi dan mengupayakan tumbuhnya perdamaian di akar rumput di Kalbar.

Keterangan :
Foto-foto yang ditampilkan di sini merupakan karya personal dan diambil sesaat sebelum landing di Bandara Soepadio Pontianak.







Wednesday 22 April 2009

sErIbU sUnGaI (1)

Seribu sungai…ya…itu julukan untuk kota yang kali ini jadi tujuanku tugas luar kota. Pontianak nama resminya. Aku akan coba buat dalam 2 tulisan. Yang pertama pengennya cerita seputar tugas sementara yang kedua seputar kota yang aku datangi.Tugas ke Pontianak kali ini bisa dibilang mendadak. Persiapannya termasuk sebentar, tapi karena sebelumnya sudah pernah dilaksanakan di 2 kota (Denpasar dan Yogyakarta),ga terlalu ribetlah...polanya kurang lebih sama. Untukku, bisa dibilang ini bener-bener tugas perdana...perdana yang sendirian. Selama ini kalau aku dapat tugas selalu dengan rekan sekantor yang dalam menjalankan tugas akan mem-back up aku secara substansi andaikata aku menemukan kesulitan. Awalnya sempat jiper begitu tahu aku akan pergi sendiri dan kekhawatiranku tersampaikan ke Mba Shirley. Mba Shirley dengan bijaknya memberi semangat supaya aku tidak panik, karena itu kunci semua jadi lancar. Aku mengiyakan, sambil membuat presentasi yang bakal aku sampaikan di sana.



Masih dengan perasaan cemas akan batas kemampuanku, aku berangkat juga ke Pontianak. Sampai di sana, mampir sebentar ke kantor eLPaGaR yang jadi host kegiatan ini. Berkenalan dengan Bang Ipur dan Mba Anne yang hangat membuatku langsung bisa ngobrol tik-tok dengan mereka seakan sudah kenal sebelumnya. Sedikit berbicara tentang teknis dan substansi untuk kegiatan esok hari, mereka sedikit memaksaku untuk beranjak dari kantornya dan istirahat di hotel yang sama dengan tempat kegiatan esok. Paksaan itu disertai janji sore harinya kami bisa ketemu untuk lanjut ngobrol sembari memeriksa kondisi terakhir ruangan yang akan dijadikan tempat kegiatan.



Sampai di hotel, aku langsung buka notebook, baca-baca bahan untuk presentasi dan browsing. Tanpa sadar waktu sudah jam 5 sore saat Bang Ipur menelponku mengenai keberadaannya di ruang pertemuan yang satu lantai dengan kamarku. Aku mengiyakan ajakannya untuk bergabung dengan sebelumnya minta waktu untuk mandi supaya badanku segar. Ga lama, aku sudah sampai di ruangan itu, rada rame ternyata, karena ada beberapa awak Ruai TV, yang sedang setting sound system dan lighting untuk kegiatan besok. Aku ikut bantu mengubah dan merapikan susunan meja sembari ngobrol dengan Bang Ipur dan Mba Anne.


Dalam obrolan itu, aku dapat gambaran umum kondisi sosial masyarakat KalBar dan Pontianak. Segregasi merupakan hal yang umum muncul diantara komunitas disana dan yang menjadi penanda identitas masyarakat KalBar adalah etnisitas. Kerusuhan antar etnis yang acapkali terjadi menjadi latar belakang berdirinya eLPaGaR. Mereka memfokuskan diri pada issue resolusi konflik dalam bingkai penegakan hak asasi manusia dan demokrasi. Hm... ga jauh beda dengan Demos, hanya penekanannya sedikit berbeda...



eLPaGaR melakukannya dengan totalitas yang menurutku tidak main-main. Secara internal, mereka juga melakukan konsolidasi yang terlihat dari heterogenitas staf yang mereka miliki baik dari segi etnisitas maupun keyakinan. Menurut Bang Ipur ini penting, agar komunitas-komunitas yang mereka dampingi sadar bahwa pluralisme bukan sekedar retorika dan bisa damai juga dalam kehidupan nyata yang berdekatan dengan mereka. Secara lembaga, eLPaGaR menurutku bagus. Penilaianku berdasarkan cerita dan rekomendasi dari Mas Sentot (ELSAM) yang kali ini juga terlibat dalam kegiatan ini. Mereka ga segan menolak donor yang mau memberikan dana tapi dengan syarat eLPaGaR membuat kegiatan sesuai dengan kemauan donor yang sama sekali berbeda dengan fokus gerakan yang didalami oleh eLPaGar. Menurut Bang Ipur, tawaran dari donor yang semacam ini banyak dijumpai di daerah setempat. Untuk kasus yang satu ini, ternyata ada buntutnya...Bang Ipur kemudian seperti dimusuhi oleh salah seorang konsultan dari donor yang menawarkan program diatas. Respon yang dikirim eLPaGaR via email atas tawaran konsultan malah jadi seperti menanyakan intregitas si konsultan. Ga heran malamnya saat kami makan di salah satu resto seafood terkenal di kota itu, Bang Ipur ga banyak gerak, secara meja yang aku pilih berdekatan dengan meja si konsultan tadi. Hehehe...untungnya si konsultan tak menyadari kehadiran Bang Ipur, jadi ga perlu ada adegan sinetron dengan mata yang mendelik-delik di resto itu...lebay mode on...



Segregasi yang aku singgung di atas ternyata tidak hanya terjadi di antara komunitas etnis yang ada di Pontianak. Antara gerkan masyarakat sipil pun terjadi di sana, ini di luar konteks fragmentasi gerakan yang memang terjadi di semua gerakan masyarakat sipil. Hanya karena LSM A dapet support dana dari donor tertentu, maka LSM lain yang beda fokus gerakan jadi sirik-sirik ga jelas. Untuk yang satu ini, keterangan dari Bang Ipur aku dapet sebelum dan setelah kegiatan berlangsung.



Puas bercerita seputar fokus gerakan eLPaGaR dan Demos serta tentang dinamika masyarakat dan gerakan sipil di KalBar, kami pulang untuk istirahat persiapan fisik masing-masing. Sampai hotel, aku ga langsung tidur, telpon mama dulu, trus buka notebook, niatnya belajar...emang belajar, malah ga tergoda untuk browsing, semua bahan bacaan baik yang soft copy maupun hard copy aku buka...aku jembrengkan di atas kasur, persis waktu dulu aku lagi semangat-semangatnya bikin skripsi. Entah kenapa, setelah dapat cerita tentang situasi lokal, aku jadi deg-deg-an lagi, padahal sebelumnya sempat yakin akan bisa melalui ini semua. Sambil belajar ada niat untuk mengkontak Mba Shirley, minta petunjuk...minta doa..halah...tapi aku urungkan mengingat waktu sudah larut dan lagi mba Shirley juga dalam kondisi yang aku ga tau pasti bagaimana proses TOT di Yogya. Kenapa aku jadi deg-deg-an lagi? karena presentasi yang aku bawakan esok harinya sangat berkaitan erat dengan sikon sosial masyarakat dan gerakan masyrakat sipilnya. Bongkar-bongkar file, nemu file presentasi punya Pak Asmara, aku baca dan nemu beberapa penjelasan yang membantu banget untuk bekal presentasi. Sejam berkutat dengan notebook dan lembar copy-an, mataku ga kuat, aku putuskan untuk tidur.



Bangun sekitar jam5an, lanjutkan belajar lagi lalu mandi dan sarapan. Jam setengah 7, pas masih sarapan, ditelpon MBa Shirley, ditanyai bagaimana persiapanku. Bagai mendapat angin surga...aku langsung ceritakan info yang kudapat dari Bang Ipur berikut kekhawatiranku. Mba Shirley menenangkan dengan memberikan resep-resep jitu seputar bahan presentasi. Berbekal support itu dan keyakinan diri yang mulai tumbuh, aku kembali ke kamar untuk lanjutkan belajar dan bersiap-siap. Sekitar jam 8 lewat 30an, aku menuju ruang pertemuan yang jadi tempat kegiatan kami. Ternyata tamu yang datang sudah mulai banyak. Rasa cemas muncul lagi tapi aku atasi dengan ngobrol-ngobrol aja. Ga lama Pak Masiun, dari Pancur Kasih yang jadi nara sumber juga datang. Berkenalan dan bercerita sedikit, lalu aku baca-baca lagi bahan yang aku punya. Makin lama makin banyak tamu yang datang, adrenalinku mulai terpacu, tanganku mulai dingin tanda gugup. Aku bolak-balik ambil nafas biar tenang, sampai waktunya untuk mulai tiba.



Acara dibuka oleh Mba Anne, yang kemudian meminta aku selaku wakil Demos memberi sambutan. Dengan lumayan lancar, aku sampaikan apa yang melatarbelakangi dan menjadi tujuan Demos mengadakan kegiatan ini. Sempat berniat bawa contekan tapi aku batalkan huehehe... Setelah itu, dimulailah kegiatan itu seperti yang sudah direncanakan. Sempat surprise karena aku dapat giliran awal, plus deg-deg-an sehubungan respon peserta. Aku ngebawain presentasi mengenai BPD, seperti yang pernah ditampilkan di Majalah TEMPO edisi 1 Desember 2008. Slide demi slide aku tampilkan terutama gambar segitiga hubungan antara aktivitas politik teroganisir dengan organisasi rakyat dan gerakan masyarakat sipil, karena menurut MBa Shirley, gambar itu eye catching. Di akhir presentasi, dalam closing word, aku sampaikan bahwa ide BPD memang bukan ide baru meski begitu Demos ga jarang dapat respon yang cenderung apatis tapi jika kita memang ingin perbaikan yang positif terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia, alangkah baiknya jika inisiasi BPD mulai dilakukan. Respon peserta sangat jadi perhatianku, mengingat dalam 2 seri kurpol buruh di Batam dan Surabaya, aku lumayan tertampar dengan respon peserta. Apalagi yang di Surabaya, dengan bahasa tingkat tinggi, "BPD hanya sebuah reparasi atas kondisi demokrasi yang ada, reproduksi kesalahan yang berulang"...nyesek rasanya... Waktu itu memang aku ga respon balik, langsung di-back up mas Anton, tapi untuk kali ini, aku sudah punya jawabannya.



Setelah aku, giliran Pak Masiun dari Pancur Kasih yang presentasi. Beliau lebih banyak sharing pengalamannya yang dimulai dari garakan masyarakat sipil ke gerakan politik yang terorganisir. Langkah apa saja yang sudah dilakukan, beberapa keberhasilan dan kegagalan yang ditemui dalam prosesnya menghubungkan aktivitas gerakan sipil dengan gerakan politik. Pak Masiun punya pendapat serupa dengan Demos, mengenai fragmentasi yang cukup kuat diantara kelompok masyarakat sipil dan juga setuju dengan perlunya membangun link antara gerakan masyarakat sipil dan gerakan politik. Menurutnya, jika ingin ada perubahan yang mendasar sehubungan perbaikan kebijakan publik yang pro rakyat, maka terjun ke politik adalah jawabannya. Namun terjun dalam politik tidak bisa dilakukan instant dan tanpa perencanaan yang matang. Berpolitik itu ibarat investasi jangka panjang, kita tabung sekarang dan tidak harus kita yang menikmati tapi akan ada perubahan baik di masa depan. Pilihan Pak Masiun lebih kepada dukungan untuk membentuk partai politik lokal yang masih ditolak oleh sebagian besar kalangan elit politik negeri ini. Penolakan yang berlatar belakang alasan yang dibuat-buat, khawatir partai lokal hanya akan mempercepat disintegrasi bangsa ini...hm..sebuah pemikiran yang sempit. Menurut Pak Masiun, partai lokal perlu didukung dalam rangka perbaikan kualitas representasi yang lebih baik dalam kerangka demokrasi substansial.



Selanjutnya Pak Gusti, dosen sosiologi dari UnTan menyampaikan presntasinya dengan mngutip Eric Hoeffer yang berpendapat, gerakan massa ada karena didorong oleh emosi dan rasa kecewa yang teramat sangat terhadap penguasa dengan energi utamanya adalah harus melakukan perubahan. Perubahan itu dilakukan dalam 3 gerakan yaitu (a) gerakan tradisional, bercirikan hanya ada gerakan dengan isu yang terbatas dan mempunyai potnesi konflik fisik yang tinggi, (b) gerakan transisional, bercirikan sudah menggunakan organisasi dengan strategi serta taktik namun isunya masih sebatas kepentingan komunal, (c) gerakan gabungan kekuatan partai politik dengan gerakan sipil atau dari tindakan diplomatis ke konflik fisik. Secara umum, menurut Pak Gusti, roh gerakan sosial dan gerakan politik adalah menginginkan adanya perubahan.



Last but not least, Mas Sentot dari ELSAM, menyoroti penurunan kualitas dan kuantitas upaya penegakan HAM di negara ini, terutama di tingkat lokal yang ditandai dengan tidak terbangunnya sistem keadilan yang didengungkan oleh gerakan sosial. Maksudnya, belum terlihat upaya mengadaptasi isu-isu gerakan sosial dalm kegiatan politik. Gerakan yang ada selama ini, analisisnya adalah need base bukan right base, contoh yang paling kongkrit adalah kemiskinan dan penggusuran yang dianggap hanya sebagai masalah sosial bukan sebagai pelanggaran HAM, mengingat dalam konsitusi kita diatur mengenai keberadaan kaum marjinal.


Respon teman-teman gerakan sosial di sini menurutku lebih baaik ketimbang yang di Yogya kemarin, baik secara kualitas maupun kuantitas. Komentar ataupun pertanyaan yang disampaikan menunjukkkan bahwa teman-teman sadar akan fragmentasi yang terjadi dan juga sepakat untuk menjadikan gerakan politik sebagai muara atas gerakan sosial, gerakan lingkungan, gerakan ham, dan gerakan ekonomi yang selama ini mereka kerjakan. Mereka sudah sampai pada pemahaman bahwa berpolitik merupakan sebuah investasi yang harus dikerjakan sebaik mungkin, dan karena investasi tidak harus mereka yang merasakan perubahan yang dicita-cita-kan itu, yang terpenting mereka sudah jadi pionir melakukan langkah awal membuat perubahan ke arah yang lebih baik.


Dari cerita Bang Ipur setelah kegiatan selesai, aku dapat info bahwa teman-teman jaringan yang datang berasal dari semua aliran yang ada di Pontianak, kiri, kana, dan tengah. Hal yang semacam ini belum tentu terjadi andaikata bukan eLPaGar yang menjadi tuan rumah. Dalam pembicaraan lebih lanjut, aku juga tahu bahwa ide BPD juga sudah pernah disebar di tempat ini saat PPR dan Walhi sedang persiapan pembentukan Serikat Hijau Indonesia (SHI) dan belum ada kelanjutannya sampai eLPaGaR dan Demos bikin kegiatan ini. Pada prinsipnya mereka menerima BPD dan bersedia untuk duduk bersama sebagai inisiator untuk membentuk BPD dan eLPaGaR secara tidak langsung sudah mengambil peran sebagai moderator/mediator untuk langkah awal ini. Yang perlu menjadi pertimbangan dalam iniasiatif ini adalah wasapada terhadap segregasi yang memang selalu ada dan perlu menanyakan kembali niat ketulusan dan keikhlasan masing-masing lembaga dan personal untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi dan lembaga menjadi kepentingan bersama.


Somehow...saat aku bercakap-cakap dengan Bang Ipur tentang peran eLPaGaR, aku punya keyakinan inisiasi ini bisa berjalan meski tak harus selalu mulus. Untuk perubahan yang lebih baik, kerja sama memang harus digalang.