Friday 9 January 2009

sIkAt GiGikuW



Njeber. Itu istilah yang digunakan mama saat melihat bentuk sikat gigiku yang beda banget dengan bentuk aslinya. Kalimat njeber itu sering kudengar saat aku masih di Padang, yah..bisa dibilang dalam 2 atau 3 bulan, pasti mama akan mengeluarkan komentar “ Wiek, mbok sikat giginya ambil yg baru. Yang lama udah njeber banget, jangan dipakai lagi.” Gitu biasanya mama ngomong, dan komentar selanjutnya adalah “kayaknya kamu mesti ganti sikat kawat sing dinggo ngosek WC” kyahaha…aku siy biasanya ketawa denger gurauan mama yang kayak gitu..udah biasa siy dan lagi emang bener kalau sudah menyangkut sikat gigi, aku paling boros. Gimana ga boros, lha wong baru sebulan pasti udah ga kelihatan bentuk aslinya…dan kalau dulu aku baru menggantinya setelah 2 atau 3 bulan pemakaian, itu karena aku males aja ngambil sikat gigi baru dari lemari simpanan di kamar mama.



Ga dulu ga sekarang, masih sama aja perihal sikat gigi. Sikat gigi yang baru kupakai awal Desember kemarin udah njeber, dan sudah selayaknya untuk diganti. Sebenarnya, kalau aku mau bisa langsung ganti karena aku selalu nyimpan stok barang-barang pribadi di lemari, tapi rasa “eman” membuatku bertahan untuk masih menggunakan sikat biru itu. Rasa “eman” karena sikat itu masih menjalankan fungsinya secara baik, aku merasa gigiku kesat setelah menyikatnya dan selipan-selipan makanan yang ada di sela-sela gigi terangkat meskipun aku membersihkan gigi tanpa dental floss (benang pembersih gigi-red). Huehehehe…jorok ya…emang…ah tapi aku sekarang rajin koq bersihkan gigi...ngeles mode on…



Aku tergelitik untuk menulis karena kejadian kecil kayak gini mengingatkan aku pada mama, pada papa, dan pada rumah. Uhm…betapa hal-hal seperti ini bikin aku kangen dan biasanya berujung dengan telpon yang panjang di malam atau pagi hari (secara jam segitu biasanya rada murah), telpon yang diawali dengan obrolan-obrolan ringan dan candaan…terus dilanjutkan dengan petuah dan nasihat, berantem dikit, terus baikan, petuah lagi, dan diakhiri dengan pesan-pesan yang intinya sama tapi diulangi terus…huehehe…suka ketawa sendiri kalau ingat-ingat kejadian gituAh..ini sebenernya ngomongin sikat gigi atau ngomongin komunikasi dengan mama papa siy??? Hm..sudahlah…terserah yang mbaca aja…


Tuesday 6 January 2009

tErNyAtA…

masih ingat dengan tulisanku yang judulnya aBsEn? Hari ini aku mau nulis kelanjutannya…ga banyak siy tapi lumayan menjawab pertanyaanku yang sebelumnya menggantung. Pagi tadi pas berangkat bareng Tina, aku lihat Bapak itu udah jualan lagi, dengan lapak korannya yang lebih baru, lebih besar dan menurutku lebih kokoh. Hanya saja aku tadi belum sempat mampir dan menyapa Bapak itu. Kami juga ga saling tergur sapa karena beliau asyik melayani pembeli, selain itu kendaraan yang lewat di antara kami rame banget. Aku memutuskan untuk ngobrol dengannya besok saja. Uhm…terima kasih Tuhan, Bapak itu baik-baik saja.

hOmO hOmInI lUpUs

Manusia yang satu memakan manusia yang lainnya. Kira-kira begitu arti kata yang aku pilih jadi judul tulisanku kali ini. Tulisan kali ini akan menyinggung hal-hal ringan yang barangkali luput oleh perhatian kita selama ini. Tiba-tiba saja aku berpikir tentang kata ini, dan itu dipicu karena kejadian yang aku alami sendiri. Si Bibi’, PRT Ibu kost-ku, mendatangi aku yang sedang nyuci dengan mimik wajah yang mbrebes mili kata orang Jawa. Tanpa aku Tanya ada apa, spontan dia bercerita mengenai perlakuan nyonya-nya yang menyinggung perasaannya. Diantaranya, tidak pernah memanggil nama, padahal sudah ada 2 bulan Bibi ada di rumah itu, lalu sering mengata-ngatai Bibi dengan kalimat-kalimat yang ga pantas. Selain itu, si Bibi juga mengeluhkan pekerjaan yang kelewat banyak untuk ukuran sebuah rumah tangga yang hanya dihuni oleh 3 orang. Untuk alasan yang terakhir, aku setuju dengan keberatan Bibi.


Aku lantas berpikir, beginikah manusia terhadap manusia lainnya. Apalagi kalau manusia yang satu dalam keadaan yang katakanlah berkuasa secara ekonomi sementara manusia yang lainnya tergantung secara ekonomi kepada dirinya. Sikap saling menghormati sudah ga ada lagi, karena yang satu masih menghormati karena menjadi pekerjanya, sementara yang satunya merasa tidak perlu untuk menghormati karena status ekonominya yang lebih kuat. Ih…aku jadi gemes sendiri…aku sendiri ga bisa berbuat banyak..malah kalau boleh jujur, hanya satu hal yang aku sarankan untuk Bibi. Kalau memang sudah ga sreg kerja dengan nyonya-nya lebih baik dia keluar saja, tentunya dengan terlebih dulu menuntut hak-haknya sebagai PRT di rumah itu. Kalau kewajibannya, ga usah diragukan, orangnya berdedikasi tinggi, sering telat makan dan mandi hanya karena merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang ga ada habisnya. Aku sarankan dia untuk kembali ke nyonya-nya yang terdahulu yang menurutnya lebih baik dari yang sekarang. Aku memang ga bisa berbuat banyak selain itu dan aku harap saranku bisa membawa dia pada kondisi yang lebih baik lagi.


hArI iTu HaTiKu TeRbUkA



Hari itu Jumat setelah Natal , aku bangun pagi dan melakukan rutinitas seperti hari liburku yang biasanya. Ngerendam cucian, bersihkan kamar, bikin sarapan, mandi dan nyuci. Bedanya, setelah itu semua aku kerjakan, aku bersiap untuk pergi ke Depok. Bukan…bukan ke Cening Ampe, kediaman Om Koko (alm) tapi ke Depok Timur. Waktu menunjukkan pukul 9 pagi lewat 25 menit saat aku memulai perjalanan dengan menaiki Kopaja 502 dari Matraman menuju Cikini, dan selanjutnya meneruskan dengan KRL yang akan membawa aku ke Depok. Sekitar pukul 10 lewat 5 menit KRL itu tiba dan syukurlah aku mendapakan tempat duduk di dalamnya, lumayan ga capek huehehe…

Niatnya, mau membunuh waktu di dalam kereta dengan membaca, tapi niat itu pupus, karena aku lebih memilih untuk mempehatikan sikon di dalam kereta. Buatku yang termasuk jarang menggunakan KRL, hal tersebut menarik perhatianku. Aku bisa mengamati siapa saja dan apa saja yang terdapat di dalam gerbong itu. Ada saja tingkah laku dari penumpang yang satu gerbong denganku. Ada yang sibuk ngobrol, ada yang sibuk dengan headsetnya, ada yang sibuk nyemil, ada yang sibuk baca, dan yang pasti ada yang sibuk perhatikan sikon sekitarnya…dan itu aku…

Satu persatu stasiun demi stasiun dilewati oleh keretaku, dan sampailah aku di stasiun Depok Baru. Sambil berjalan menuju terminal, aku mengabari mba Nova bahwa aku sudah di terminal dan mengharapkan bantuan dia untuk ngasih panduan supaya aku bisa sampai di kediaman mertuanya. Panduan sudah diberikan via sms, giliranku untuk melaksanakannya…halah apa siy ini??? Dengan PDnya aku naik angkot 02 warna biru dari dalam terminal dan duduk di samping pak supir yang bekerja…kenapa aku bilang PD? Karena dengan naifnya aku berpikir bahwa pintu keluar angkot ini sama dengan pintu keluar bis ¾ yang pernah aku naiki dulu. Ternyata saudara-saudara…pintu keluarnya beda…dan itu memakan waktu yang lebih lama karena lebih jauh dan mesti pakai macet dulu…hua…masa’ ke Depok masih ketemu macet juga??? Untung pak supir ini baik hati dan tidak sombong, sepanjang perjalanan kami ngobrol, yah lumayan ngurangin bete karena macet. Pak supir ngasih tahu, ntar pas pulang, kalau mau naik angkot dengan nomer yang sama jangan asal naik, Tanya dulu angkot itu arah terminal atau ngga…ah..tuh bapak baik banget..bolak-balik ingatkan aku tentang itu. Setelah melewati jalan yang mulus-ga mulus-mulus ahirnya sampai juga di Malawi. Aku melanjutkan perjalanan dengan bekal notes kecilku yang ada alamat rumah mertuanya mba Nova. Sempat nyasar dikit, soale aku sotoy siy..sok tahu ga pakai tanya padahal nyasar…huehehe…setelah sadar nyasar dan tanya 2kali akhirnya sampailah saya pada rumah yang dimaksud.

Singkat kata…ampun dey bahasanya…aku bertemu dengan mba Nova, mas Bin, Clara, Aby, Bapak, Ibu dan mas Sigit. Ada sesuatu yang membuatku nyaman dengan keluarga ini meskipun baru saja kenal. Ada hawa keakraban yang sangat kental, dan somehow…membuatku ingat dengan Mama Papa di Padang. Rasanya betah aja, meskipun pada akhirnya aku hanya bisa sampai jam 5 sore di rumah itu. Hari itu aku merasa aku agak berbeda, biasanya dengan orang yang baru aku kenal aku ga semudah itu untuk berakrab-akrab ria, tapi ini beda. Keluarga ini punya daya tarik untuk membuat aku merasa nyaman.


Selain itu, ada satu perasaan kuat yang sampai saat ini masih bisa aku rasakan. Perasaaan yang aneh yang terutama muncul saat aku ngobrol atau bercanda dengan mas Sigit. Aku bingung koq bisa muncul perasaan itu dan terus terang ga nyangka banget bakalan merasakan hal itu. Kenapa? Karena aku lupa kapan terakhir kali merasakan hal itu. Lupa karena selama ini belum berhasil untuk melupakan yang lama, belum berhasil untuk membuka hati kepada yang baru. Huehehe…pas aku cerita ke Nella soal ini, kami berdua jadi tergelak-gelak gitu. Apa ini artinya aku mulai memperhatikan seseorang? Sepertinya iya, emang siy masih terlalu dini untuk mengakuinya, apalagi aku baru kenal dan belum tahu apakah punya kesempatan untuk menjalin komunikasi dan relasi yang lebih dekat tapi dengan yakin aku katakan bahwa aku sudah membuka hati. Tanpa aku sadari, aku bisa membuka hati, setelah selama ini hatiku terus berkutat pada orang yang sama dalam 2 tahun terakhir. Orang yang dengan pasti untuk memilih yang lain menjadi pendampingnya tapi masih aku cintai dengan caraku sendiri. Orang yang dengan setia aku hujani telpon dan sms, dengan comment di FS…hm…bukan salah dia sepenuhnya. Kalau mau hitung-hitungan, porsi terbesar adalah kesalahanku, karena membiarkan itu semua. Tapi ya sudahlah…ga perlu dihitung-hitung, toh pada waktu menjalaninya aku ikhlas…

Yang harus aku perhatikan sekarang adalah mengelola perasaan ini dengan waras dan dewasa. Ga mau lagi ngulang kesalahan yang klasik..hu…bikin sakit euy… Biarkan aja perasaan ini tumbuh dengan alami, toh kalau sudah waktunya pasti ada aja jalannya untuk menjalin komunikasi dengan dia. Tapi kalau pada akhirnya hanya bisa berteman ya sudah..terima saja…sambil bersyukur masih dikasih kesempatan sama Uncle Jess untuk belajar mencintai orang lain. Owya…aku juga bakalan ingat terus saran Nella, don’t u ever try to make the first move…kesalahan klasik yang selalu aku lakukan…kyahaha… Pada akhirnya, aku berucap…selamat terbuka hatiku…