Friday 30 July 2010

...


Ga tahu mau ngasih judul apa tulisan ini. Yang pasti, aku menuliskannya karena satu kejadian yang membekas di hatiku. Tentang bagaimana menghadapi kehilangan atas orang yang teramat sangat kita cintai. Secara ga langsung tulisan ini menyampaikan rasa empatiku ke Kak Vitri. 

aku-kak Vit-Nella (Museum Wayang, December 7th 2008)

Kemarin (Kamis, 29 Juli 2010) siang, Kak Vit, begitu biasa aku menyapanya, mengabariku via G-talk, mengenai kepergian Bapaknya jam 10 pagi di RS Yos. Berita yang lumayan mengagetkan, karena Jumat/Sabtu (23/24 Juli) yll aku sempat berbincang dengan Kak Vit tentang progress kesehatan Bapak setelah terkenan serangan stroke Minggu 12 Juli 2010. Ada kemajuan dengan kesehatan Bapak sebelum Kak Vitri kembali lagi ke Jakarta beraktivitas seperti biasa. Meskipun ada kekhawatiran yang sempat disampaikan kak Vit saat bercerita denganku, tapi somehow aku punya keyakinan Bapak akan sembuh, oleh karena itu aku waktu itu juga menguatkan harapan Kak Vit. 

Refleks aku mendial nomer Kak Vit setelah membaca pesannya di G-talk. Saat tersambung, aku konfirmasi lagi kabar itu, dan Kak Vit membenarkan dengan suara menahan tangis. Yang pasti, dia akan pulang secepatnya. Setelah menyampaikan ucapan duka dan support, aku langsung telpon Nella (aku yakin Nella ada di di Yos), dan memang Nella masih di sana. Aku bertanya tentang step selanjutnya. Nella cerita, Bapak sedang dipersiapkan untuk pulang (dibalsemi dll) ke rumah di Balai Baru. Setelah itu, aku telpon Mama, menyampaikan kabar dan meminta Mama Papa untuk datang memberikan dukungan, dan ga lama Mama Papa sudah sampai di Yos bertemu dengan Mamak dan Nella, tapi ga ketemu Dewi. 

Tanpa pikir panjang, aku segera telpon beberapa teman, terutama eks PMKRI cabang Padang yang saat ini ada di Jakarta, dan somehow kami masih menjalin komunikasi. Berturut-turut aku telpon Mas Eko, Jansen, Ko Andre, Mas Agus, Mas Albert, dan Mas Anton. Kak Bulek ga bisa dikontak, jadi aku putuskan untuk kirim sms serentak ke teman-teman yang lain baik yang dari Padang, atau dari cabang lain yang setahuku mengenal Kak Vit. Setelah itu aku kembali tekuni tugasku hari itu, dan mencoba untuk tetap berkonsentrasi, meskipun entah kenapa jadi susah banget buatku. 

Malam, sekitar jam setengah 10, aku baru pulang dari kantor. Di atas bajaj aku gelisah banget, gelisah karena aku sangat ingin membantu Kak Vit, sama seperti yang Nella lakukan. Selain itu, faktor terbesarnya adalah karena aku sangat shock dengan kejadian ini. Menamparku untuk sadar, somehow bisa saja ini terjadi padaku. Kehilangan, pasti akan sangat menyedihkan. Sampai di kamar, aku sejenak membongkar daftar kontak teman yang ada di 2 nomerku, sekedar memastikan bahwa aku sudah mengabari mereka mengenai kepergian Bapak Kak Vit. 2 kali aku lakukan hal serupa sampai aku benar-benar yakin, ga ada satu nama yang terlewat. 

Aku-Mama-Papa (Bandara Minangkabau, Januari 2nd 2010)
Gelisah masih aku rasakan, dan kemudian menggerakkanku untuk menghubungi Mama Papa. Sudah larut padahal, sekitar jam 11, tapi ternyata Mama Papa belum tidur, Mama masih ngerenda, Papa masih baca sambil nonton berita. Aku tanya keadaan Mama Papa, memastikan beliau berdua baik-baik saja, padahal pagi saat sarapan aku juga ngobrol dengan beliau berdua. Mama juga tanya kabarku dan aktivitasku. Puas cerita aktivitas masing-masing, aku tanya Mama gimana saat Mama Papa datang ke Yos. Mama cerita panjang lebar, dan lumayan membuat aku tenang. Obrolan kami hentikan karena Mama minta aku untuk tidur, aku iyakan setelah sebelumnya aku bilang aku akan kontak Nella dulu. Mama juga menganjurkan dengan catatan tidak terlalu lama. 

Nella menjawab telponku ga lama aku dial nomernya, dan kami langsung ngobrol seperti biasanya. Aku minta Nella meng-up date cerita dan kabar saat Bapak meninggal. Sama seperti aku, Nella juga masih kaget dengan semua ini. Dan, Nella juga mengalami kegelisahan yang sama denganku. Ketakutan yang sama denganku. Kekhawatiran yang sama denganku. Shock dengan kehilangan, ga tahu seberapa mampu untuk menghadapinya. Di saat aku dan Nella masih belum bisa melakukan sesuatu untuk orang tua kami masing-masing. Di saat kami berdua menjadi satu-satunya anak dalam keluarga yang secara sadar menjatuhkan pilihan hidup pada gerakan sosial, yang secara finansial bukan pilihan profesi yang menjanjikan. Tapi, somehow, kami yakin, orang tua mendukung pilihan kami karena konsekuensi yang terjadi kami hadapi dengan mencoba bersikap dewasa. Tapi tetap saja, kekhawatiran dan ketakutan yang teramat sangat terhadap kehilangan orang tua dan anggota keluarga masih menggantung. 

Bukan Nella dan Wiwiek kalau ga gokil. Dalam rangka mengusir ketakutan, seperti biasa candaan dan olokan kami keluarkan satu persatu. Mulai dari hal yang biasa sampai yang menyangkut urusan pasangan....fiuh...kami masih belum bisa dengan rela tidak membahasnya hehehe.... Lumayan lama ngobrol sama Nella diselingi dengan 3 kali lebih putus sambung yang nyebelin....argh...provider ponsel yang menyebalkan!!!!!!! jam 1 lewat kami baru memutuskan sambungan telpon itu. Tapi, ternyata sampai jam 4 lewat aku ga bisa tidur, kepikiran terus soal ketakutan itu.....


....

No comments:

Post a Comment