Tuesday 15 May 2012

HiBuRaN

Booklet Pertunjukan Quartet Notos yang dibagikan ke penonton

Ajakan itu datang via pesan pendek dari Mba Anita, Senin 7 Mei 2012 pukul enam sore. Mba Anita mengajakku menghadiri pertunjukan Quartet Notos dari Jerman pada Senin 14 Mei 2012 pukul setengah delapan malam di GoetheHaus. Aku mengiyakan, mengingat aku menyukai musik klasik dan pada tanggal tersebut aku tidak punya agenda lain.

Tadi malam, kami jadi menghadiri pertunjukan tersebut, bertiga dengan Desi. Aku rada  senewen menjelang pertunjukan dimulai mengingat sudah banyak penonton yang masuk sementara Mba Anita belum datang juga. Padahal ticket kami bertiga ada di tangannya. Akhirnya, sepuluh menit menjelang pertunjukan dimulai, Mba Anita datang tergopoh-gopoh. Karena sudah termasuk terlambat, kami dapat duduk di deretan belakang atas ruang pertunjukan. Not bad-lah karena posisi kami bertiga pas di tengah panggung.

 
Pertunjukan dibuka oleh Direktur GoetheHaus Indonesia (sepertinya, karena dia tidak memperkenalkan diri) dengan keterangan bahwa Quartet Notos adalah kelompok musik kamar (chamber music) yang terkenal tidak saja di Jerman tetapi juga di daratan Eropa. Quartet Notos terdiri beranggotakan empat orang pemain musik diantaranya Sindri Lederer pada violin, Liisa Randalu pada biola, Florian Streich pada cello, dan Antonia Koster di piano.  Pertunjukan ini merupakan bagian dari rangkaian pertunjukan seni dan budaya yang diselenggarakan dalam rangka memperingati relasi yang terjalin antara Jerman dan Indonesia di berbagai aspek. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai program Jerin bisa dilihat di sini

Buatku sendiri, ini kali kedua aku menyaksikan program seni budaya dalam rangkaian Jerin. Yang pertama, adalah pertunjukan Fabulous Friday, pada 4 November 2011 di Pusat Perfilman Usmar Ismail. Fabulous Fridays adalah paduan suara yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa Universitas Seni Berlin (UdK). Pada pertunjukan di Indonesia tahun lalu, mereka mengusung tema Choir Jazz Pop. Keterangan lebih lengkap mengenai grup ini bisa dibaca di sini (siap-siap ditimpuk karena websnya berbahasa Jerman :-p).


Pertunjukan Quartet Notos terbilang sukses, parameternya adalah 301 kursi yang tersedia di ruang pertunjukan penuh. Sejauh mata memandang, tidak ada kursi kosong. Dan yang kedua setiap kali mereka selesai memainkan satu lagu selalu disambut dengan tepukan yang meriah dari penonton. Pada pertunjukan tadi malam Notos membawakan 3 program yaitu Wolfgang Amadeus Mozart Kuartet Piano g - minor KV 478 dan Joaquin Turina Kuartet Pianon a-minor opus. 67 serta Johannes Brahms Kuartet Piano g - minor op. 25. Tiga program itu dibawakan dua sekaligus kemudian diselingi jeda sekitar sepuluh menit (kurang malah) lalu dilanjutkan dengan progam sisanya. 

Buatku, pertunjukan musik klasik seperti yang dibawakan oleh Quartet Notos bagaikan oase di tengah padang pasir (haish...bahasanya... :-p). Maksudnya gini, beruntung bisa menyaksikan pertunjukan berkualitas dan gratis tentunya, plus lokasinya yang relatif gampang dicapai. Aku jadi inget obrolanku dengan Kak Vitri dan Mas Albert, dua kakak kelasku di PMKRI dulu. Sabtu (12 Mei) malam bertemu di TIM, dari makan, nonton hingga ngobrol sembari menikmati penampilan gratis dari Jamsica IKJ di TIM. Kami ngobrol tentang pilihan hiburan seni budaya bagi masyarakat. Jakarta, sebagai ibu kota dengan segala macam kompleksitasnya menyajikan beragam pilihan hiburan buat penghuninya. Bagi yang berduit banyak, tentu pilihannya hiburan yang mahal. Sementara bagi mereka yang tetap ingin berhemat seperti aku, ya pilihannya juga ada. Mau yang membayar dengan harga terjangkau sampai yang gratisan. Gratisan pun bisa dengan model yang diberlakukan oleh GoetheHaus, cukup daftar nama via email atau sms, bisa pula dengan rajin ikut kuis, bisa pula dengan berteman dengan orang-orang baik hati yang bakal kasih tiket gratisan hehehe....

Menurutku, seni memang harus dihargai, karena seni lahir dari olah rasa, karsa, dan karya dari seseorang. Tetapi bukan pula artinya seni menjadi sangat tak ternilai hingga sulit dijangkau untuk dinikmati oleh para penikmatnya. Barangkali atas dasar ini pulalah aku merasa biasa-biasa saja saat membeli sekian keping dvd di Ambassador. Bukan pula aku mendukung piracy atau pembajakan. Persoalannya, di ranah penjualan karya seni yang mengusung hak cipta diatas segalanya, di sana juga kita temui mafia-mafia perdagangan yang memonopoli bisnis seni atau hiburan. OK, kalimatku barusan memang belum didukung data dan fakta konkrit, tapi setidaknya itu yang bisa terbaca secara kasat mata.

Dan, atas dasar itu pulalah aku senantiasa membina relasi baik dengan teman-teman yang berpotensi mendatangkan tiket gratisan untuk hiburan-hiburan yang terbilang mahal. Hehehe...maka tak heran kalau dalam 3 bulan ini aku beberapa kali menyaksikan pertunjukan gratis nan ciamik (apa seeeeeeeehhhhhhh...) mulai dari konser Earth, Wind, and Fire (liputannya baca di sini) lalu festival musik jazz dan film indie (ceritanya baca di sini) sampai pertunjukan observational comedy Russell Peters (ouch...masih hutang nulis tentang ini). Uhm...sekian dulu ocehan hari ini, malah jadi ngupdate blog, bukannya nyelesaikan tugas ;-)

Owya, silakan klik di sini untuk menikmati permainan Quartet Notos yang aku rekam dengan ponselku. Ternyata ga bisa di up-load dan di-embed dengan narasi ini, barangkali terlalu berat. Jadi aku sambungkan saja dengan akun Youtube-ku. Sila menikmati.

2 comments:

  1. weits, udah update aja nih cerita konser kemarin malam. hehehe....sori sempat bikin senewen ;)
    it was an interesting concert and glad to enjoy it with you...

    ReplyDelete
  2. Bwahahaha...iya Mba Nita, soalnya malu padamu, EWF dan Sayfestville sudah dirimu tulis dg sangat baik. Aku malah ga inget sampai segitu detilnya :-p. Soal senewen, ahahaha...iya, yg satu itu selalu muncul klo sudah merasa sangat kemrungsung. Nanti kita nonton bareng lagi ya Mba...ayo..ayo jadi quiz hunter hehehe...

    ReplyDelete